Polres Ngawi

Polres Ngawi Ungkap Kasus Pemalsuan Obat Tikus

avatar abadinews.id
Polres Ngawi amankan tersangka beserta barang buktinya
Polres Ngawi amankan tersangka beserta barang buktinya

Abadinews.id, Ngawi - Polres Ngawi Polda Jatim berhasil mengungkap kasus pemalsuan obat tikus dengan TKP (tempat kejadian perkara) di salah satu toko pertanian Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi.

Kapolres Ngawi AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto, S.H., dalam rilisnya mengatakan, terungkapnya kasus tersebut berawal dari laporan warga masyarakat.

Baca Juga: Polres Ngawi Amankan Remaja Lecehkan Wanita di Muka Umum

"Pelapor yang juga karyawan pihak produsen mengecek ke beberapa toko obat pertanian yang ada di Kabupaten Ngawi," tutur AKBP Dwi Sumrahadi, Sabtu (10/08).

Setelah mendapati obat tikus yang bertutup warna merah dan bukan asli produksi pabriknya, akhirnya melaporkan dugaan pemalsuan tersebut ke Polres Ngawi.

Dengan serangkaian penyelidikan terhadap pemilik toko, sales dan beberapa saksi lainnya, akhirnya Unit Pidana Khusus Satreskrim Polres Ngawi berhasil mengidentifikasi terduga pelaku.

"Hasil pemeriksaan para saksi, penyidik menetapkan seorang tersangka inisial GAP (29) warga Karanganyar Jawa Tengah," jelas AKBP Dwi Sumrahadi.

Baca Juga: Kasus Rudapaksa, Satreskrim Polres Ngawi Amankan Kakek Korban

Saat diperiksa, Pelaku mengaku memesan stiker yang sama persis dengan obat tikus merk Alufos yang asli di sebuah percetakan yang ada di Surakarta.

"Stiker tersebut kemudian ditempelkan pada obat tikus yang sebelumnya ia beli tanpa merk (polosan)," terang AKBP Dwi Sumrahadi.

Atas pengungkapan tersebut, Polisi juga menyita barang bukti antara 1 botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna putih (asli) dan 190 (seratus sembilan puluh) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna merah (palsu).

Baca Juga: Satresnarkoba Polres Ngawi Ungkap Kasus Okerbaya Tanpa Ijin Edar

Karena perbuatannya, pelaku diterapkan pada pasal 100 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis dan atau pasal 123 UU Nomor 22 tahun 2019 tentang system budidaya pertanian berkelanjutan.

"Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 2 Millyar," tutup AKBP Dwi Sumrahadi. (4U)

Editor : hadi

abadinews.id horizontal

Berita Lainnya

abadinews.id horizontal