Abadinews.id, Sidoarjo - Angka dispensasi nikah di Provinsi Jawa Timur masih menjadi pekerjaan rumah bagi BKKBN Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data Kependudukan 2023, tingginya angka pernikahan anak relevan dengan tingginya angka perceraian. Melihat hal itu, Kelompok Kerja Insan Jurnalistik keluarga berencana (Pijar) Jatim tergugah untuk meningkatkan kesadaran remaja melalui kegiatan Dialog Akademisi.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM mengatakan dalam rangkaian Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Tahun 2024 ini, teman-teman wartawan yang tergabung dalam Pijar Jatim menggelar kegiatan Pijar Jatim Goes to Campus dengan tema dialog akademisi tentang pergaulan remaja ini sangatlah bagus.
Baca Juga: Gunakan Kostum Pejuang, BKKBN Jatim Gelar Peringatan Hari Pahlawan
"Kegiatan ini sangat luar biasa. Teman-teman media bersama akademisi memiliki kepedulian yang tinggi akan tercapainya Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stungting (PSS) dan pernikahan anak di Jatim. Harapan saya dengan selesainya kegiatan ini, setiap mahasiswa akan memiliki pemahaman terkait stunting dan pernikahan anak dan bisa memberikan sharing kepada media sosial nya masing-masing," tutur Erna pada Kegiatan Pijar Jatim Goes to Campus, Dialog Akademisi dengan tema Pergaulan Remaja dan Fenomena yang Tak Diinginkan, Aula Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Selasa (02/07/24).
Pernikahan anak di Jatim, ungkap Erna masih tinggi. Berdasarkan data Kependudukan 2023, ada 61 persen dispensasi nikah karena untuk menghindari zina, sedang 21 persen permohonan dispensasi nikah karena hamil. Sedang karena alasan budaya, yaitu budaya menikahkan anak hampir 10 persen, pergaulan bebas 7 persen.
"Sedang permohonan diska karena faktor ekonomi hanya satu (1) persen saja. Dari diska yang ada hampir 80 persen bercerai. Lucunya lagi penyebab perceraian yang pertama adalah perselisihan yang terus menerus atau toksik relationship. Iya jelas karena belum matang secara mental dan faktor yang kedua adalah ekonomi. Tadi waktu mau menikah bukan alasan ekonomi tapi saat bercerai 46 persen adalah faktor ekonomi," jelasnya.
Tentu saja, sambung Erna, secara ekonomi harus diperkuatkan untuk menciptakan keluarga yang sejahtera. Dan hanya 4 persen karena ditinggalkan pasangan. Sebagai kaum akademisi kota ingin merupakan status negara Indonesia pada 100 tahun lebih tepatnya 100 tahun pada 2045 mendatang. Dari negara berkembang menjadi negara maju.
Baca Juga: Kaper BKKBN Jatim Beri Kuliah Umum 250 Mahasiswa Umsida Tentang Kesehatan
"Pemikiran mahasiswa akan pernikahan anak dan stunting perlu kita diskusikan dari segala prespektif akan menjadi hal yang sangat menarik. Saya sangat berharap hasil dari dialog ini akan meningkatkan suatu kualitas penduduk dkhususnya di Jatim sehingga indeks pembangunan manusia, derajat kesehatan, derajat ekonominya lebih baik," terangnya.
Ditempat yang sama, Rekor Universitas Muhammadiyah Dr. Hidayatulloh MSi mengungkapkan kegiatan ini cukup bagus untuk dalam memberikan wawasan,pemahaman sekaligus penguatan khususnys mahasiswa Universitas Muhammadiyah dalam menentukan masa depan mereka.
"Kami mengucapkan terimakasih kepada BKKBN Provinsi Jawa Timur dan narasumber dan para dosen dalam kegiatan dialog akademisi ini," tegasnya.
Baca Juga: BKKBN Jawa Timur Pertahankan Sertifikat ISO SMAP
Salah satu peserta Dialog akademisi, Fifi mahasiswi Fakultas Kesehatan ini menyoroti tentang viralnya kekerasan dalam pacaran. Bagaimana seorang perempuan harus bersikap.
Perempuan harus berani bersikap dan segera memutuskan hubungan yang tidak sehat. Yang penting bagi perempuan jangan merasa dirinya paling. Paling jelek tidak menarik sehingga merasa pacar mereka adalah satu-satunya manusia yang bisa menerima kekurangannya. (4U)
Editor : hadi