Abadinews.id, Surabaya - Ellen Sulistyo meminta pemberitaan tentang dirinya di media Sindikat Post dihapus. Pemberitaan yang dimaksud adalah pemberitaan tentang dirinya masuk diruang mediasi pada sore hari saat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sudah sepi pengunjung.
Permintaan itu disampaikan Ellen Sulistyo ketika dirinya mengundang beberapa awak media bertemu di RM. Bu Rudy jalan Anjasmoro Surabaya pada Jum'at (08/12) siang.
Baca Juga: Kejati Jatim Pindahkan Tersangka Suap MW Ibunda Ronald Tannur ke Kejagung
"Pokoknya hari Sabtu harus dihapus, karena itu merusak citra saya, banyak yang gak mau ke resto saya. Banyak hakim juga datang ke resto saya jadi takut, dikaitkan dengan perkara saya digugat," desak Ellen Sulistyo.
Akan tetapi media Sindikat Post tidak mau menghapus, karena itu berdasarkan fakta, dan menyarankan agar Ellen Sulistyo melakukan klarifikasi terkait pemberitaan tersebut.
"Pagi ga datang sidang, sore kesana cari informasi tentang agenda sidangnya seperti apa. Dan diketahui sidang depan pembuktian pihak saya, jadi saya bisa persiapkan bukti bukti yang ada," klarifikasi Ellen Sulistyo.
Pernyataan Ellen Sulistyo saat diwawancarai terlihat kontradiksi dengan pernyataannya yang dimuat disalah satu media online yang menyatakan bahwa masalah hukum telah diserahkan ke pengacaranya.
Dan pernyataannya juga terlihat berbeda saat dikonfirmasi awak media PN Surabaya pada saat kedatangannya waktu itu. Ia mengatakan bahwa dirinya datang ke ruang mediasi hendak menawarkan nasi, kilahnya waktu itu.
Pada saat awak media Sindikat Post, hendak pulang, Ellen Sulistyo menyodorkan sejumlah uang mendesak agar diterima, tapi ditolak, bahkan ditempat parkir, Ellen tetap mengejar untuk minta beritanya dihapus, sambil mengeluarkan beberapa lembar uang, akan tetapi uang tersebut tetap ditolak.
Diluar Ellen Sulistyo meminta berita dihapus, dan menyodorkan sejumlah uang untuk penghapusan berita, kesempatan itu Ellen juga melakukan klarifikasi terkait dirinya digugat oleh CV. Kraton Resto di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Saya sebagai pengelola mengeluarkan investasi merenovasi, membeli peralatan, total kurang lebih Rp. 2 Milyar. Dan isi perjanjian tidak semua dibacakan Notaris, jadi saya tidak mengetahui semua isi perjanjian," terang Ellen.
"Sebulan setelah saya kelola, perjanjian antara Kraton Resto dan Kodam terkait perjanjian diputus Kodam, jadi saya hanya 5 bulan kelola, terus Sangria ditutup Kodam. Dan putusnya perjanjian tidak diberitahu oleh pihak Kraton kesaya," kata Ellen.
Tentang PNBP yang tidak dibayarkan padahal itu tercantum di keterangan perjanjian, jika yang bayar PNBP adalah pengelola, Ellen Sulistyo mengatakan bahwa baru kelola 6 bulan harus bayar PNBP.
"Bukan ga mau bayar, harus kita duduk bersama bahas PNBP antara Kodam, saya dan Kraton. Baru saya mau bayar, walaupun saya hanya kelola baru 6 bulan," tandas Ellen Sulistyo.
Tentang dirinya dibilang tidak membagi hasilnya ke CV. Kraton Resto, Ellen mengatakan setiap bulan bayar Rp. 60 juta bagi hasil.
Dari pengakuan Ellen Sulistyo, ia membawa perkara perjanjian pengelolaan tersebut ke ranah hukum dengan melaporkan ke Polrestabes Surabaya.
"Dalam perjanjian komisaris mengaku direktur, itu menyampaikan keterangan yang tidak benar di dalam akte otentik," ujar Ellen sambil menambahkan kalau pihaknya menggugat balik CV. Kraton.
Dari keterangan Ellen Sulistyo, media ini melakukan konfirmasi dan klarifikasi ke pihak CV. Kraton Resto, dan dijawab oleh kuasa hukumnya bernama Arief Nuryadin S.H.
"Perjanjian pengelolaan antara CV. Kraton Resto dan saudari Ellen Sulistyo sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Saudari Ellen Sulistyo seorang pebisnis kuliner, semestinya paham betul terkait perjanjian, dan sebelum tandatangan pasti membacanya. Pebisnis pasti jeli terkait perjanjian, tidak sembarang tandatangan tanpa membaca isi perjanjian," ujar Arief. Senin (11/12) malam.
Terkait PNBP yang harus dibayarkan saudari Ellen Sulistyo adalah periodesasi kedua, bukan periodesasi pertama, karena periode pertama sampai dengan bulan November 2022 telah lunas dibayarkan oleh CV. Kraton Resto, ujar Arief.
"Pembayaran periode kedua harus dibayarkan saudari Ellen Sulistyo, dan pembayaran itu bukan pakai uang pribadinya, tapi uang operasional hasil dari mengelola resto, karena PNBP termasuk biaya operasional yang harus diperhitungkan sebelum laba operasional bisa di dapatkan," ucapnya.
Arief juga menambahkan selama kurun waktu pengelolaan dari Agustus sampai dengan Desember 2022, Ellen Sulistyo telah menerima pendapatan resto yang disetorkan ke rekening pribadi nya sebesar kurang lebih Rp. 1.5 Milyar, dan saudari Ellen Sulistyo pasti sudah tahu kalau PNBP selalu dibayarkan didepan sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan.
Sedangkan klaim bahwa Ellen Sulistyo telah menginvestasi Rp. 2 Miliar, Arief minta agar Ellen Sulistyo bisa membuktikan nanti di dalam sidang, kepada siapa dan kemana uang tersebut di setorkan.
"Secara logika pembayaran PNBP yang menjadi kewajiban nya sebagai pengelola saja tidak dibayarkan sehingga pihak CV. Kraton resto atas itikad baik memberikan jaminan berupa emas ke Kodam V/Brawijaya, apalagi uang sebesar Rp. 2 Miliar yang didalam perjanjian tidak di wajibkan," kata Arief.
Sedangkan uang sebesar Rp. 60 juta yang diakui Ellen Sulistyo sebagai pembagian keuntungan juga di tepis oleh Arief.
"Logikanya klien saya telah menginvestasikan Rp. 10 Miliar lebih untuk Resto tersebut, bunga atas investasi tersebut saja sudah Rp. 100 juta lebih per bulan, dengan asumsi bunga 1% perbulan, CV. Kraton masih subsisi Rp. 40 juta lebih atas bunga operasional. Itu yang benar. Jangan diputar balik seenaknya," papar Arief.
Terkait Komisaris di CV. Kraton Resto didalam perjanjian pengelolaan dicantumkan sebagai direktur, Arief berujar semua sudah sesuai dengan ketentuan Notaris.
"Notaris meminta semua persyaratan, dan dipenuhi oleh klien kami, termasuk surat kuasa yang berisi Direktur memberi kuasa kepada Komisaris bisa menjalankan tugas atau bertindak menjadi Direktur. Mana yang salah, mana keterangan palsunya ?," beber Arief.
Siapapun yang menjadi direktur, tetap saja saudari Ellen Sulistyo akan di gugat wanprestasi, jadi hal saudari Ellen Sulistyo melaporkan ke pihak kepolisian itu diduga "siasat" untuk menutupi perbuatannya yang merugikan CV. Kraton Resto, ulas Arief.
Baca Juga: Laporkan Suami APP Seorang Dokter, Istri Alami Luka Memar
Terkait adanya proses gugatan wanprestasi yang berlangsung di PN Surabaya dan proses hukum pelaporan ke Polrestabes Surabaya, Pengacara Arief Nuryadin menyatakan semua sudah diatur dalam peraturan mengenai mana yang harus didahulukan jika terjadi perdata dan pidana secara bersamaan.
"Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Perma No.1/1956. Disebutkan dalam Pasal 1, apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.” jelas Arief.
Jadi jelas bahwa terjadinya perkara perdata dan pidana, dapat dilakukan pemutusan terlebih dahulu perkara perdata sebelum memutus perkara pidana, urai Arief.
Dari penuturan Ellen Sulistyo bahwa PN Surabaya sering memesan makanan darinya, terkesan mempunyai hubungan dekat dengan PN surabaya, membuat beberapa pihak bertanya apakah kedekatan itu bisa mempengaruhi putusan perkaranya.
Dugaan ini cukup beralasan karena Ellen Sulistyo mengakui bahwa ia memiliki kedekatan hubungan dengan beberapa Hakim, yang menurut pengakuannya sering makan di salah satu resto miliknya.
"Pihak yang diuntungkan dalam kasus ini adalah saudari Ellen Sulistyo sebagai pengelola yang menguasai keuangan resto. Dan Pihak Kodam V/Brawijaya yang akan memperoleh Gedung megah 2 lantai yang dibangun oleh CV.Kraton Resto sebelum selesai perjanjian. Tentunya yang paling dirugikan adalah klien kami sebagai Pemilik bangunan senilai lebih dari 10 Miliar tersebut," tutur Arief.
Perlu diketahui, dalam isi gugatan wanprestasi, Ellen Sulistyo ditunjuk oleh CV. Kraton Resto mengelola Sangria Resto by Pianoza yang berada di jalan Dr. Soetomo 130 Surabaya.
Dalam pengelolaannya, CV. Kraton Resto mengklaim Ellen Sulistyo tidak menepati perjanjian yang ditandatangani di notaris, sehingga digugat wanprestasi sebesar Rp. 10 Miliar.
Dari keterangan Arief beberapa waktu lalu, perjanjian antara CV. Kraton dengan Kodam V/Brawijaya dalam pemanfatan aset di jalan Dr. Soetomo 130 Surabaya yang terjadi ditahun 2017 dengan jangka waktu 30 tahun hingga tahun 2047 dengan 6 periodesasi yang mana 1 periodesasi jangka waktu 5 tahun.
Setelah penandatangan MoU dan PKS, pihak CV. Kraton Resto membangun gedung megah 2 lantai untuk dijadikan restauran. Pembangunan, renovasi interior dan peralatan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 10 Miliar lebih.
Diakhir periodesasi pertama, ditahun 2022, Kodam memutus perjanjian dengan dasar salah satunya CV. Kraton Resto tidak membayar PNBP. Dari keterangan pihak CV.Kraton resto, walaupun seharusnya adalah kewajiban pengelola (Ellen Sulistyo) namun pihaknya sudah berusaha membayar akan tetapi tidak direalisasikan.
Realisasi yang dimaksud adalah, pihak CV. Kraton Resto sudah menjaminkan emas kepada Aslog Kodam V/Brawijaya senilai kurang lebih Rp. 625 juta untuk jaminan membayar PNBP pada tanggal 11 Mei 2023.
Walaupun mengikuti sesuai permintaan dalam hal jaminan, akan tetapi Kodam masih menutup Sangria Resto pada tanggal 12 Mei 2023 dan bahkan memagari seng pada tanggal 15 September 2023.
Ada peristiwa ketika pihak Ellen Sulistyo mengambil barang yang diklaim milik suplier didalam Sangria Resto yang dijaga TNI Kodam pada tanggal 28 Oktober 2023 tengah malam tanpa melibatkan CV. Kraton Resto. Padahal Ellen Sulistyo tidak memiliki hubungan apapun dengan Kodam V/Brawijaya.
Baca Juga: Saksi Tidak Ketahui Fakta Kasus, Hanya Dengarkan dari Ellen Sulistyo
Adanya penjagaan dalam pengambilan barang hingga merusak kunci pintu, hingga terjadi perubahan cat menjadi warna hijau, hal itu disoal oleh pihak CV. Kraton Resto.
Dari peristiwa merusak kunci atau gembok, akhirnya CV. Kraton Resto melaporkan hal itu ke Puspomad, dan pihak Puspomad telah menurunkan penyidik ke Surabaya untuk menyelidiki peristiwa itu.
Tentang pemberitaan yang diminta untuk dihapus, pemberitaan itu terkait Ellen Sulistyo Tergugat 1 dalam perkara Gugatan wanprestasi yang diajukan CV. Kraton Resto management Sangria Resto by Pianoza, terlibat adu mulut dengan salah satu wartawan yang biasa meliput di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dari informasi yang dihimpun media ini, kejadian itu terjadi pada Rabu (06/12) sore saat PN Surabaya sudah sepi pengunjung.
Awal kejadian diketahui, Ellen Sulistyo memasuki ruang mediasi, yang diketahui tidak semua pengunjung diperbolehkan masuk diruang tersebut.
Ketika dikonfirmasi awak media, kenapa masuk ruang mediasi, hendak bertemu siapa ?, Ellen seketika itu marah ke awak media.
"Saya ga cari siapa siapa, hanya menawarkan nasi," tambah Ellen.
Merasa tidak bersalah, awak media tersebut menjawab Ellen yang marah, dengan argumentasi kalau dirinya menjalankan tugas jurnalistik, walaupun Ellen sempat akan melaporkan yang bersangkutan dengan menyebutkan nama salah seorang pengacara berinisial B. yang diduga merupakan penasehat Hukum Ellen Sulistyo.
Sebelum terjadinya Ellen Sulistyo masuk ruang mediasi Pengadilan Negeri Surabaya, pada siangnya berlangsung sidang gugatan wanprestasi yang mana Ellen Sulistyo menjadi tergugat 1.
Sehingga diduga kedatangan Ellen Sulistyo hendak menemui pihak pihak di Pengadilan Negeri yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Karena kedatangan Ellen ke ruang mediasi ketika PN Surabaya sudah sepi pengunjung, dan hanya ada beberapa wartawan yang lagi rehat usai melakukan tugas peliputan di PN Surabaya.
Perkara Sangria Resto menjadi perhatian publik, karena ada beberapa pihak yang turut tergugat yakni KPKNL Surabaya dan Kodam V/Brawijaya. sehingga banyak pihak yang berharap agar hakim bersikap netral dan memutuskan perkara berdasarkan fakta dan bukti bukti yang dihadirkan di persidangan.
Dalam menangani perkara, Komisi Yudisial (KY) menegaskan hakim dilarang bertemu para pihak berperkara diluar persidangan, dan hakim dituntut untuk selalu berpegang teguh pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). @red
Editor : hadi