Wibisono: OTT KPK Tetap Harus Dilakukan, Sebagai Whistleblowing System

abadinews.id
Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara Indonesia

Abadinews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Jendral (purn) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan operasi tangkap tangan atau OTT dapat memperburuk wajah Indonesia di dunia Internasional.

Menanggapi hal tersebut, banyak pegiat anti korupsi dan pengamat menilai Luhut tidak memahami esensi dari OTT itu sendiri.

Baca juga: Mayjen TNI Assc., Prof., DR. Budi Pramono, Alumny APCSS, Hawai- Honolulu Raih Rekor MURI

Menurut Pembina Lembaga Kinerja Aparatur Negara Indonesia (LPKAN INDONESIA) mengatakan OTT mekanisme penindakan whistleblowing system. Ia menyebut sistem tersebut merupakan mekanisme dimana masyarakat dan atau whistleblower yang memprakarsai penindakan kasus korupsi oleh KPK sebagai pelapor adanya dugaan tindak pidana korupsi oleh pejabat negara.

"Sekarang bayangkan kalau OTT itu tidak ada. Bukan tidak mungkin keseluruhan laporan whistleblower tidak pernah ada tindak lanjutnya," tutur Wibisono menyatakan keawak media di Jakarta Jum'at (23/12).

Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) heran dengan pernyataan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa operasi tangkap tangan KPK membuat citra Indonesia buruk.

Bagi ICW pernyataan Luhut tidak memiliki dasar logika berpikir yang jelas.

"Kami tidak bisa memahami bagaimana logika berpikir Luhut Binsar Pandjaitan ketika mengatakan KPK melakukan tangkap tangan, maka citra Indonesia jelek di mata dunia," tandas salah satu peneliti dari ICW Kurnia.

Lanjutnya, ia berpendapat penegakan hukum terhadap para koruptor, seperti melalui OTT justru membuat citra Indonesia baik di mata dunia. Sebab OTT berarti penegak hukum seperti KPK bisa membersihkan Indonesia dari para pejabat korup.

Baca juga: Peretasan Sistem PDN Akibat Perang Modern atau Perlawanan Bandar Judi Online

"Logika yang benar adalah kalau penegakan hukumnya baik, khususnya pemberantasan korupsi, cabang cabang kekuasaan yang diisi oleh pejabat korup dibersihkan oleh KPK, maka dengan sendirinya citra Indonesia itu baik di mata dunia," tukasnya.

Ia menyarankan Luhut lebih banyak membaca literatur pemberantasan korupsi. Dari situ Rama berharap Luhut tahu bagaimana apresiasi dunia internasional terhadap kinerja KPK.

"Kami menyarankan saudara Luhut bisa memperbanyak literatur pemberantasan korupsi, penting untuk diingat tahun 2013 yang lalu KPK sempat meraih penghargaan bergensi yaitu Ramon MangsaysayAward terkait dengan efektivitas dan kinerja KPK yang diakui dunia," jelasnya.

Wibisono menambahkan kita semua sepakat bahwa korupsi sangat memperburuk citra Indonesia, indeks persepsi korupsi kita masih dibawah 5%, dan target presiden Jokowi untuk pencegahan korupsi di angka 38%, dan kita masih di urutan terbawah dibawah Singapura dan Thailand.

Baca juga: Jalan Alternatif Jangli Ambles, DPD LPKAN Indonesia Provinsi Jateng Pertanyakan Kualitas Kontraktor

"Stigma korupsi harus berubah, seharusnya memang semakin sedikit yang korupsi, semakin berhasil negara dalam penegakan hukum, itu semua dimulai dari diri sendiri," terang Wibisono.

Dihubungi secara terpisah Ketua umum DPP Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara ( LPKAN INDONESIA ) R Mohammad Ali mengatakan bahwa melihat fenomena masih banyaknya OTT yang terjadi dimana mana maka diharapkan yudikatif atau institusi terkait harus betul betul berkomitmen memaksimalkan proses pencegahan dengan membuat program program di masing masing institusi untuk melakukan pendampingan di eksekutif maupun legislatif karena apapun program yang menggunakan anggaran negara baik itu sumber dana dari hibah maupun APBN rentan dengan kasus korupsi, harapannya dengan memperketat pencegahan maka kedepan lebih bisa meminimalkan kasus korupsi baik itu di lingkaran eksekutif maupun legislatif.

"Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia 2022 sebesar 3,93 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian 2021 (3,88). Nilai indeks semakin mendekatinya 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin antikorupsi, sebaliknya nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi. IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. Nilai Indeks Persepsi 2022 sebesar 3,80 menurun (0,03 poin) dibandingkan Indeks Persepsi 2021 (3,83). Sebaliknya, Indeks Pengalaman 2022 (3,99) meningkat sebesar 0,09 poin dibanding Indeks Pengalaman 2021 (3,90), Indonesia menempati ranking 96 dengan skor 38 dari skala 100 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021," pungkas Wibisono.(red)

Editor : hadi

Peristiwa
Berita Terpopuler
Berita Terbaru