Jember, Abadinews.id - Begitu mendengar ada laporan tentang adanya dugaan korupsi dalam pekerjaan pembangunan pasar Balungkulon, Kapolres segera memerintahkan Satreskrim bergerak cepat. Jum'at (28/05/21)
Kapolres Jember AKBP Arif Rachman Arifin, S.I.K., M.H., mengatakan bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi menjadi prioritas penanganan Polres Jember.
Baca Juga: Polres Jember Kawal Pilkada 2024 Aman dan Damai
"Kami akan merespon setiap laporan dugaan korupsi yang masuk dan itu akan segera ditangani. Ini sejalan dengan tekad kami untuk mempertahankan status Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani," tutur AKBP Arif.
Menurut Kapolres korupsi sudah menjadi suatu penyakit yang akut. "Tindakan koruptif itu menyengsarakan rakyat jadi harus segera diberantas," jelasnya.
Menindaklanjuti perintah Kapolres, Kasat Reskrim perintahkan unit Tipikor memeriksa dan menggeledah kantor UKPBJ Pemkab sebagai pelaksana dan pemegang tender proyek Pasar Balungkulon.
"Dari hasil penggeledahan didapatkan dokumen-dokumen terkait penawaran lelang milik PT pemenang lelang. Setelah didalami pemenang lelang dalam mengajukan persyaratan diduga memalsukan dokumen," terang AKP Komang di ruang kerjanya.
Baca Juga: Polres Jember Kawal Pendistribusian Logistik Pilkada 2024
Penyidikan berkembang ke lapangan yang menemukan di beberapa titik pengerjaan diduga fiktif.
Pihak Satreskrim bekerjasama dengan Universitas Jember dalam memeriksa pengerjaan fisik. Dalam penyidikan itu juga melibatkan BPKP Provinsi Jatim. Laporan hasil temuan BPKP itu ditaksir kerugian negara mencapai Rp. 1,8 M.
Satreskrim masih terus memperkuat alat bukti untuk memperkuat dalam penetapan tersangka.
Baca Juga: Polres Jember Ungkap Sembilan Kasus Narkoba dan Tangkap 12 Tersangka
Sejauh ini petugas telah memeriksa 34 orang saksi dan mendengarkan keterangan 4 orang ahli.
Dalam perkara Tipikor tersebut pelaku akan dijerat pasal 2 ayat 1 pasal 3 UU no 31 tahun 1999 Jo UU no. 20 tahun 2001 Jo pasal 55 (1) ke 1 pasal 56 KUHP dengan ancaman kurungan penjara minimal 4 tahun hingga 20 tahun atau denda Rp. 200 juta hingga Rp. 1 miliar.
(AD1)
Editor : hadi