KADIN Jatim Berikan Solusi Peningkatan Investasi Jatim

avatar abadinews.id
Jamhadi saat jadi narasumber Bimtek yang digelar oleh BPM Jawa Timur
Jamhadi saat jadi narasumber Bimtek yang digelar oleh BPM Jawa Timur

Surabaya - Dr Ir Jamhadi, MBA selaku Tim Ahli KADIN Jawa Timur didelegasikan Ir H La Nyalla Mahmud Mattalitti menjadi narasumber dalam kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) Penyusunan Rencana Umum Penanaman Modal yang diselenggarakan oleh Badan Penanaman Modal (BPM) Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan di Hall Hotel Elmi Surabaya, pada Senin siang, 21 Oktober 2019.

Dalam paparannya bertema "Kebutuhan Pelaku Usaha Dalam Percepatan Investasi Daerah", Jamhadi menyampaikan beberapa hal terkait dengan harga gas, tarif listrik, kinerja investasi, hingga rekomendasi untuk perbaikan iklim investasi, perdagangan, dan pariwisata.

Baca Juga: YKPN Sosialisasi Revolusi Peningkatan Produktivitas Pertanian

“Situasi ekonomi dunia dinamis, bahkan ada negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi negatif. Disaat negara lain berlomba-lomba menarik investasi dan TTI (trade, tourism, investment) dari FDI (foreign direct investment) maupun PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) tetap tumbuh, di masing-masing provinsi di Indonesia juga saling berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha dalam melaksanakan investasinya.  Jawa Timur harus berdampingan dengan provinsi atau negara lain untuk mempengaruhi FDI maupun PMDN tetap tinggal di Jatim, bahkan memperbesar investasinya,” demikian paparan Jamhadi di hadapan sejumlah perwakilan Bappeda se-Jawa Timur.

Jamhadi yang juga menjadi Direktur KADIN Institute ini kembali menyampaikan bahwa Pemprov Jawa Timur bersama KADIN Jawa Timur serta unsur akademisi dan komunitas harus bergerak agresif dalam meningkatkan kinerja investasi di Jawa Timur. Karenanya, Jamhadi ingin perbaikan dari sisi investasi PMDN maupun FDI.

“Segera ada perbaikan adanya kontribusi total PMA dan PMDN Jatim terhadap nasional. Karena pada Januari-Juni 2019 terkoreksi mengalami penurunan, yaitu sebelumnya ranking 2 menjadi ranking ke-4 dengan nilai Rp 32,5 triliun, masih kalah dengan Jawa Tengah. Adapun ranking 1 ialah Jawa Barat sebesar Rp 68,69 triliun, Jakarta sebesar Rp 54,52 triliun, Jawa Tengah sebesar Rp 36,17 triliun, dan di bawah Jawa Timur ialah Banten sebesar Rp 24,6 triliun,” ujar Jamhadi.

Jamhadi sangat optimis, Jawa Timur mampu meningkatkan kinerja investasinya. Apalagi, investor menilai kinerja Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada triwulan I 2019 semakin membaik. Hal ini tercermin dari indeks kepercayaan investor kepada Pemerintah yang meningkat menjadi 172 dari 156 di triwulan IV 2018.

Tetapi, ekonomi nasional masih terpusat di Jawa. Menurut Jamhadi, dari PDB (produk domestik bruto) pada tahun 2018 sebesar Rp 14.8 triliun, Pulau Jawa masih menjadi pusat perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 58,48%, Sumatera 21,58%, Kalimantan 8,20%, Sulawesi 6,22%, Bali Nusa Tenggara 3,05%, Maluku dan Papua 2,47%.

Baca Juga: Jamhadi : Perlu Kolaboratif Menyiapkan SDM Unggul di Era Disrupsi

“Itulah tugas kita bersama dalam meningkatkan kinerja TTI di Jawa Timur. Adanya OSS (online single submission) mendukung perizinan lebih mudah dan murah. OSS di Pemerintah Pusat hanya menerbitkan NIB, ijin usaha, dan ijin komersial. Sedangkan di Pemerintah daerah untuk pemenuhan komitmen, izin daerah (IMB, amdal/UKL-UPL, SLF, dll). Namun, harga gas, tarif listrik, dan ketersediaan air juga harus bisa bersaing dengan provinsi atau Negara lain. Untuk upah tenaga kerja, sekarang bukan jamannya membayar upah murah. Tapi harus diiringi oleh peningkatan produktivitas,” tegas Jamhadi, yang menjadi Ketua Umum Ikatan Keluarga Besar Alumni (IKBA) Untag 45 Surabaya sekaligus Dewan Pembina Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Jawa Timur.

Harga gas di Indonesia, kata Jamhadi, masih kalah dengan Singapura atau beberapa Negara ASEAN lainnya. Sebut saja di Singapura harga gas USD 4 per mmbtu, di Malaysia USD 4,5 mmbtu, di Filipina USD 5,5 mmbtu, di Vietnam USD 7,5 mmbtu. Sedangkan di Indonesia USD 9,5 mmbtu.

Demikian juga tarif listrik untuk besar. Meski surplus, di Indonesia tarif listrik masih kompetitif. Dari catatan, tariff listrik untuk industry besar USD 7,47 / kWh, di Malaysia USD 7,76 /kWh, Thailand USD 8,36/kWh, Singapura USD 12,72 /kWh, Filipina 11,63/kWh, dan Vietnam 7,41/kWh.

Untuk mendapatkan solusi terkait dengan tarif listrik, harga gas, dan lainnya yang selama ini menjadi keluhan pengusaha, KADIN Jawa Timur akan segera melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait untuk memberikan masukan supaya kinerja investasi di Jawa Timur meningkat. Hal itu termasuk pula dalam pemberian tax holiday kepada industri tertentu.

Baca Juga: Bertemu Delegasi Bisnis Singapura, Jamhadi Minta Tingkatkan Kerjasama

Jamhadi juga menyoroti adanya penyediaan lahan industri. Menurut CEO PT Tata Bumi Raya ini, lahan tidak harus membeli, tetapi sistemnya juga bisa sewa. Dengan  hal itu, Jawa Timur akan menjadi nomor 1 dalam kinerja investasi yang saat ini masih kalah dengan Jawa Tengah.

Dari catatannya, realisasi investasi menurut lokasi PMA di Jawa Timur pada semester I 2019, diantaranya di Jombang sebesar Rp 1,54 triliun, Kabupaten Pasuruan Rp 1,04 triliun, Gresik Rp 0,78 triliun, Kabupaten Mojokerto Rp 0,75 triliun, Kabupaten Jember Rp 0.73 triliun, Sidoarjo Rp 0,66 triliun, Surabaya Rp 0,64 triliun, Kabupaten Probolinggo Rp 0,08 triliun, Kabupaten Blitar Rp 0,08 triliun, Banyuwangi Rp 0,07 triliun, dan kab/kota lainnya Rp 0,17 triliun. (*)

 

Editor : Redaksi

abadinews.id horizontal

Berita Lainnya

abadinews.id horizontal