Abadinews.id, Malang - Nugroho Setiawan satu-satunya orang Indonesia pemegang lisensi FIFA Security Officer itu menilai situasi tersebut seharusnya bisa diantisipasi. Hal ini disampaikan Pak Nug sapaan akrabnya saat melakukan wawancara dengan wartawan Jawa Pos Taufiq Ardyansyah.
Dilansir dari jawapos.com Pak Nug mengatakan, pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya merupakan salah satu laga berisiko tinggi. Kedua tim sudah sering bertemu.
Baca Juga: Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Vonis Bebas 2 Anggota Polisi Terkait Kanjuruhan
Artinya, pengalaman menggelar pertandingan derbi Jawa Timur antara Arema FC dan Persebaya sudah ada. Seharusnya sudah bisa diperhitungkan mitigasi risikonya.
Sepak bola adalah industri olahraga yang peraturannya sudah dibuat FIFA. Tapi, untuk menyelenggarakan sebuah pertandingan, perlu melibatkan banyak pihak. Masing-masing punya landasan hukum.
Polisi, misalnya, dalam menangani kericuhan, langkah awal yang harus dilakukan adalah persuasif, negosiasi, dan terakhir represif.
Dalam peraturan FIFA, ada pasal yang menyebutkan tidak boleh pihak keamanan menertibkan suporter dengan senjata api dan gas air mata.
Tapi, pada pasal lanjutannya, pihak keamanan boleh melakukan tindakan represif apabila diperlukan. Mungkin, yang terjadi di Kanjuruhan adalah momen di mana Kepolisian sudah merasa perlu melakukan tindakan represif.
Baca Juga: Satreskrim Polres Malang Tetapkan 2 Tersangka Kasus Pembongkaran Fasilitas Stadion Kanjuruhan
Dalam ketentuan FIFA, ada regulasi yang mengatur untuk menghitung kapasitas aman stadion. Jadi, kalau terjadi apa-apa, mudah diatasi. Mobilitas penonton juga enak. Penonton bisa duduk dengan nyaman.
Nah, kapasitas aman stadion bisa disesuaikan dengan kondisi stadion. Misalnya, sebuah stadion memiliki kapasitas 40 ribu penonton. Yang paling aman, panpel mencetak tiket sebanyak 70 persen dari total kapasitas stadion. Keberadaan tamu undangan juga harus dihitung.
Ada tiga hal penting. Pertama, club, panpel, Kepolisian, PSSI, semua operator kompetisi duduk bersama-sama untuk menyamakan persepsi soal keamanan.
Baca Juga: Polda Jatim Salurkan Bantuan ke Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan
Kedua, infrastruktur stadion harus ditinjau. Kalau pintu keluar masuk stadion hanya satu akses, artinya harus ditambah. Di Kanjuruhan, ditembakkan gas air mata, secara naluri penonton akan bergerak mencari tempat yang udaranya segar.
Sebab, gas air mata membuat dada sesak dan mata pedih. Saat mereka berebut mencari napas, akses keluar stadion terlalu kecil.
Akibatnya, terjadi himpitan yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Lalu, langkah berikutnya adalah memperbaiki perilaku suporter. Ini tidak gampang. Tapi, harus dilakukan.(AD1)
Editor : hadi