Pamekasan - Kehadiran industri 4.0 telah mengubah sebagian wajah industri. Gejala transformasi tersebut bisa dilihat dari beberapa sektor, mulai layanan perbankan, ritel, hingga transportasi. Demikian disampaikan Dr Ir Jamhadi, MBA, dalam Seminar "Gebyar Entrepeneurship" : Peran Dan Tantangan Kaum Millenial Menjadi Entrepeneur Muslim yang diadakan FEBI IAIN Madura di IAIN Madura, Jalan Raya Panglegur, Pamekasan, pada Minggu 24 November 2019.
"Dari toko fisik ke marketplace, ojek konvensional sudah bisa pesan lewat aplikasi, kuliner, transaksi di bank, dan sebagainya," ujar Jamhadi, Direktur KADIN Institute di bawah kepemimpinan Ketum KADIN Jatim, Ir H La Nyalla Mahmud Mattaliti.
Baca juga: Ketua DPD RI Sampaikan Alasan Indonesia Butuh Pengusaha Baru di HUT ke-11 Kadin Institute
Jamhadi menyebutkan, Pemerintah fokus ke 5 sektor utama sebagai sektor fokus untuk making Indonesia 4.0. Adapun sektor itu antara lain sektor makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, elektronik, dan kimia.
"UKM kuliner melesat berkat Go Food. Ada 9,5 juta order ayam grepek yang dipesan lewat Go Food sejak tahun 2017 sampai April 2018. Ada pesanan 4 juta kopi dan 4 juta kotak martabak lewat Go Food. Sektor fashion, otomotif, elektronik dan kimia juga turut tumbuh di era 4.0 ini," kata Jamhadi, Tim Ahli KADIN Jatim.
Kendati ditopang oleh digital, Jamhadi mengimbau kepada peserta seminar yang kebanyakan mahasiswa atau millenial untuk memanfaatkan teknologi dengan tidak menjual produk impor.
"Mengajak adik-adik mahasiswa IAIN Madura untuk terus cinta produk dalam negeri. Jikalau perlu, sukses di bisnis online dengan produk sendiri, jangan menjual produk impor. Mahal sedikit dibeli daripada beli barang impor," imbau Jamhadi.
Dengan mendukung beli produk dalam negeri, maka akan memperkuat industri dalam negeri khususnya usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Baca juga: Jamhadi : Perlu Kolaboratif Menyiapkan SDM Unggul di Era Disrupsi
Jamhadi menjelaskan, daya saing UKM Indonesia menempati urutan kelima di ASEAN dengan presentase 4,53%. Urutan pertama ialah Singapura (5,61%), Malaysia (5,03%), Brunei Darussalam (4,95%), Thailand (4,54%). Setelah Indonesia ialah Filipina (4,29%), Vietnam (4,18%), Laos (4,08%), Kamboja (491%), Myanmar (3,23%).
Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, ekspor nonmigas pada September 2019 mencapai USD 1,53 miliar atau turun sebesar 14,23% dibandingkan Agustus. Nilai tersebut dibandingkan September 2018 naik sebesar 1,35 %.
Golongan barang utama ekspor nonmigas pada September 2019 adalah Perhiasan/Permata sebesar USD 252,31 juta, disusul oleh Kayu dan Barang dari Kayu sebesar USD 112,00 juta dan Tembaga sebesar USD 105,98 juta.
Baca juga: Bertemu Delegasi Bisnis Singapura, Jamhadi Minta Tingkatkan Kerjasama
Sedangkan impor nonmigas pada September 2019 mencapai USD 1,55 miliar atau naik 1,58 % dibandingkan Agustus 2019. Nilai impor nonmigas tersebut naik sebesar 0,49 persen dibanding September 2018.
Negara asal barang impor nonmigas terbesar selama Januari-September 2019 dari Tiongkok USD 4.133,53 juta (29,60 persen), disusul dari Amerika Serikat sebesar USD 986,33 juta (7,06 persen) dan impor dari Thailand sebesar USD 716,24 juta (5,13 persen).
Impor nonmigas dari kelompok negara ASEAN sebesar USD 2.146,97 juta (15,38 persen), sementara impor nonmigas dari Uni Eropa mencapai USD 1.244,00 juta (8,91 persen). (*)
Editor : Redaksi