Terobosan Tim Ahli Kadin Jatim Untuk Mendukung Kinerja Perekonomian RI

abadinews.id
Jamhadi (tengah) dan Ricky Bastian (kanan) bersama moderator saat pemaparan dalam Forum Bisnis

Surabaya - Pemerintahan Republik Indonesia (RI) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode kedua mendapat penilaian dari pelaku bisnis. Salah satunya dari Dr Ir Jamhadi, MBA, sebagai Tim Ahli KADIN Jawa Timur di bawah kepemimpinan La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Dalam Forum Bisnis "Prospek Bisnis di Era Jokowi #2" yang diselenggarakan Pas FM di Marketing Gallery The Trans I3on Surabaya, Jalan Frontrage Ahmad Yani 260 Surabaya, pada Sabtu 2 November 2019, Jamhadi melontarkan optimisme bahwa Pemerintah Jokowi bersama KH Ma'ruf Amin didukung oleh kabinet Indonesia Maju khususnya bidang ekonomi akan membawa Indonesia lebih baik lagi.

Baca juga: YKPN Sosialisasi Revolusi Peningkatan Produktivitas Pertanian

"Indonesia pertumbuhan ekonominya stabil disaat negara-negara lain bersusah payah mencapai pertumbuhan optimal. Seperti Amerika Serikat dengan pertumbuhan hanya 2,1% pada kuartal 2 (Q2) tahun 2019 dari sebelumnya Q2/2018 sebesar 4,1%. Jerman Q2/2019 sebesar 0,4ri Q2/2018 sebesar 0,5%. China pasa Q2/2019 sebesar 6,7ri sebelumnya Q2/2018 sebesar 6,2%. Singapura jadi 0,1% pada Q2/2019, dari periode yang sama tahun 2018 sebesar 3,9%. Dan Indonesia masih stabil diangka 5,05% pada Q2/2019 dari sebelumnya 5,27%. Ini menunjukkan harapan bisnis di negara ini masih baik," ungkap Jamhadi, di hadapan pebisnis dan komunitas UKM yang hadir di acara Forum Bisnis.

Yang patut dibanggakan lagi, kata Jamhadi, selama 5 tahun, Indonesia mengalami inflasi hanya 2,7% sampai 3%. Capaian ini dinilai sangat bagus, karena pertumbuhan ekonomi 5n inflasi bisa ditekan.

"Tidak hanya pertumbuhan ekonomi, tapi juga kinerja PDB Indonesia cukup bagus. PDB Indonesia naik dari urutan ke-15 sekarang urutan ke-7, hampir sama dengan Brasil," kata Jamhadi, yang diberi amanah oleh La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai Direktur KADIN Institute.

Dari data Dana Moneter Internasional (IMF), nilai produk domestik bruto (PDB) negara-negara di dunia per September 2019 antara lain China berada di urutan teratas dengan nilai PDB USD 25,27 triliun.

Kedua, Amerika Serikat dengan nilai PDB USD 20,49 triliun. Ketiga India dengan nilai PDB USD 19,82 triliun. Lalu Jepang dengan nilai USD 10,51 triliun, Jerman dengan nilai USD 4,88 triliun, Rusia dengan nilai USD 4,30 triliun.

Berikutnya Indonesia dengan nilai USD 3,55 triliun, Brasil dengan nilai USD 3,49 triliun, Britania Raya dengan nilai USD 3,37 triliun, dan Prancis dengan nilai USD 3,04 triliun.

Dalam rangka mendukung Pemerintahan Presiden Jokowi, KADIN khususnya KADIN Jawa Timur sebagai mitra strategis Pemerintah dan wadah dunia usaha akan berupaya meningkatkan trade, tourism, dan investment.

"KADIN akan selalu ada di depan dalam mendukung kinerja ekonomi Pemerintahan Jokowi beserta Pemprov Jatim bersama Ibu Khofifah dan Pak Emil, dan juga akan jadi peran sentral disaat dunia usaha mendapat tikaman akibat regulasi. Sekarang boleh saja ekonomi kita baik, tapi negara lain juga berlomba-lomba untuk menjadi lebih baik," jelas CEO PT Tata Bumi Raya ini.

Beberapa problem yang disoroti Jamhadi ialah sistem perpajakan. Sekarang ini, sistem perpajakan di Indonesia terlalu luas mencapai 43 jenis dengan tarif 30%. Kondisi ini berbeda dengan Singapura yang hanya 5 jenis pajak dengan tarif 20,3%, Brunei Darussalam 15 jenis tarif 8%, Kamboja 40 tarif 21,7%, Laos 35 tarif 26,2%, Thailand 21 tarif 28,7%, Myanmar 31 tarif 31,2%, Vietnam 14 tarif 38,1%, Malaysia 8 tarif 39,2%, Filipina 20 tarif 42,9%, dan Amerika Serikat 20 jenis pajak dengan tarif 43,8%.

Baca juga: Jamhadi : Perlu Kolaboratif Menyiapkan SDM Unggul di Era Disrupsi

"Ini harus dilakukan reformasi perpajakan. Kalau dilihat dari jumlah pajaknya, kita moderat di angka 30%," jelas Ketua Umun IKBA Untag 45 Surabaya.

Problem lain ialah mengenai tarif listrik. Di Jawa Timur surplus listrik 3000 MW, harusnya tarif listrik bisa murah. Dari data yang disebutkan Jamhadi, tarif listrik untuk bisnis sedang 6.600 VA – 200 kVA sebesar Rp 1.467,28/kWh.

Lalu bisnis besar deya > 200 kVA tarifnya Rp 1.115/kWh. Untuk industri skala menengah kecil daya > 200 kVA tarifnya Rp 1.115/kWh, dan untuk industri besar daya > 30.000 kVA bertarif Rp 997/kWh.

Tarif tenaga listrik pengguna industri besar di Indonesia sebesar US$7,47 sen per kWh, lebih tinggi dibanding Vietnam (US$7,41 sen per kWh). Untuk kelas ini Singapura mematok tarif US$12,72 sen per kWh, Filipina US$11,63 sen per kWh, Thailand US$8,36 sen per kWh dan Malaysia (US$7,76 sen per kWh).

"Harus ada kajian listrik murah. Sekarang di dunia sedang dikembangkan listrik tanpa kabel dengan torium. Ini harus diperhatikan PLN karena listrik ini masalah building nation atau economic nation," ujar Jamhadi, yang pernah dua periode sebagai Ketua KADIN Surabaya.

Baca juga: Bertemu Delegasi Bisnis Singapura, Jamhadi Minta Tingkatkan Kerjasama

Selain listrik dan pajak, harga gas juga jadi perhatian. Dijelaskan Jamhadi, harga gas di Indonesia masih kalah dari beberapa negara ASEAN. Tercatat, harga gas Indonesia masih USD 9,5/MMBTU. Sedangkan Singapura USD 4/MMBTU, Malaysia USD 4,5/MMBTU, Filipina 5,3/MMBTU, Vietnam USD 7,5/MMBTU.

Bunga kredit bank juga tak luput dari sorotan Jamhadi. Dia berharap, perbankan tidak ambil bunga kredit terlalu tinggi, yang saat ini rata-rata mencapai 12% per tahun. Padahal,bunga pinjaman di Thailand adalah sekitar 6,5% per tahun, Filipina sebesar 5,5% per tahun, Singapura 5%, Malaysia 4n Korea Selatan 4,2%.

"Jangan sampai kita ingin meningkatkan jumlah industri yang berkurang 7% akibat pengusaha lebih suka berdagang, tapi simpul-simpul pendukungnya masih bergaya lama. Kita di KADIN Jatim siap menjaga," kata Jamhadi.

Selain hal di atas, terobosan lain yang perlu diterapkan agar mencapai pertumbuhan ekonomi 7% ialah hilirisasi bahan baku di setiap daerah sehingga nilai pertumbuhan bisa didapat oleh daerah itu. Lagi, Balai Latihan Kerja (BLK) harus dioptimalkan dan digunakan gratis. Terpenting lagi ialah serikat pekerja harus meningkatkan produktivitasnya disaat ada kenaikan upah tiap tahun.

"Jadi, ekspektasi di pemerintahan Jokowi ini, saya meyakini target pertumbuhan ekonomi 5hkan 7% bisa tercapai bila terobososan itu direalisasikan. Didukung pula oleh para Menteri di bidang perekonomian Pak Jokowi khsususnya sudah punya rancang agar ekonomi tumbuh. Seperti Pak Erlangga Hertanto (Menko Perekonomian) yang pernah jadi Menteri Perindustrian, tentunya sudah tahu cara ekskusi program. Kalau Pemerintah tidak ada kurangnya. Hanya regulasi perlu dipangkas biar tidak tumpang tindih antara regulasi pemerintah pusat dengan daerah," pungkas Jamhadi, yang jadi narasumber bersama Ricky Bastian (Lokal President Junior Chamber International East Java). (*)

Editor : Redaksi

Peristiwa
Berita Terpopuler
Berita Terbaru