Peluang dan Tantangan Pasca Demokrat Gabung KIM

abadinews.id
Ikhsan Rosidi

Abadinews.id, Surabaya - Setelah melalui drama politik berliku pasca keluar dari Koalisi Perubahan, Partai Demokrat akhirnya berlabuh dan melempar jangkar politiknya untuk bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), dan menyatakan siap mendukung dan memenangkan Prabowo Subianto sebagai Capres untuk Pemilu 2024 yang akan datang, Kamis (21/09).

Pilihan untuk bergabung dengan KIM ini, sebelumnya tentu telah melalui perhitungan dan pertimbangan matang serta komunikasi intensif dengan partai-partai lain yang lebih dulu bergabung dalam KIM, mengenai cost dan benefit elektoral bagi Demokrat sebagai partai yang terakhir masuk dalam gerbong koalisi.

Baca juga: Ketua DPD RI Hadiri Peringatan HUT Bhayangkara ke-78 di Monas

Ada beberapa hal menarik yang dapat kita telaah pasca bergabungnya Partai Demokrat ke dalam gerbong KIM ini, diantaranya adalah:

Pertama, bagi Demokrat, keputusan untuk segera bergabung dengan KIM ini merupakan keputusan politik yang cermat agar di mata publik partai ini tidak terlalu lama tersandera pada narasi kekecewaan dan pengkhianatan menyusul dinyatakannya Cak Imin sebagai bakal Cawapres Anies Baswedan, yang ini justru akan mematik dan mengakumulasi sentimen negatif bagi partai Demokrat dan pasti berdampak kurang baik bagi posisi elektoral partai.

Ke-dua, Keputusan bergabung dengan KIM juga merupakan keputusan yang paling logis dan memungkinkan, mengingat secara politik antara Partai Demokrat dengan Prabowo Subianto sejauh ini relatif tidak ada hambatan komunikasi politik yang signifikan, dibandingkan dengan komunikasi politik antara SBY dengan Megawati misalnya yang dianggap masih beku. Sejauh ini belum ada handicap politik yang menonjol yang mengganggu relasi politik antara Demokrat atau antara SBY dengan Prabowo Subianto. Bahkan Partai Demokrat adalah bagian dari dari perjalanan sejarah politik Prabowo saat menjadi Capres pada Pemilu 2019 yang lalu, dimana Partai Demokrat adalah juga menjadi salah satu partai pendukung Capres Prabowo Subianto.

Ke-tiga, benefit politik yang mungkin diraih oleh Demokrat dengan bergabung dalam KIM adalah tetap terjaganya potensi dan kemungkinan untuk menjadi bagian dari kekuasaan pada pemerintahan baru setelah Pemilu 2024 nanti, mengingat besarnya potensi elektabilitas Prabowo untuk memenangkan kontestasi Pilpres mendatang yang ditopang pula dengan kekuatan politik dari partai-partai pendukung yang tergabung dalam KIM saat ini.

Ke-empat, terbuka kemungkinan bagi Demokrat juga akan mendapatkan insentif elektoral atau coat-tail effect dari Capres Prabowo Subianto, disamping dari AHY yang elektabilitasnya juga relatif tinggi. Sehingga dengan tambahan elektoral ini sangat mungkin suara Demokrat akan meningkat pada Pemilu mendatang, sebab dalam banyak survei menyebutkan bahwa coat-tail effect calon presiden dan calon wakil presiden signifikan mempengaruhi perilaku pemilih untuk cenderung juga memilih partai pengusung capres/cawapres yang dia pilih. Hal ini selanjutnya secara langsung akan berdampak positif pada perolehan suara Demokrat.

Baca juga: Ketua DPD RI Nilai Penyesalan Amien Rais Terkait Amandemen 1999-2002 Adalah Momentum Percepat Wujudkan Visi Prabowo Kembali ke Pancasila

Ke-lima, Peluang Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi bakal Cawapres Prabowo Subianto berpotensi menguat seiring kehadiran Demokrat di KIM. Selama ini Khofifah secara politik dikenal memiliki hubungan khusus dengan SBY dan JK, yang merupakan tokoh-tokoh yang dominan mewarnai karir politik Khofifah. Dari mulai menjadi bagian dari kabinet pemerintahan SBY hingga kali terakhir saat Khofifah maju pada Pilgub jatim 2018 Khofifah juga diusung oleh Partai Demokrat dan Golkar. Dan saat ini dua tokoh ini berada di tubuh KIM, sehingga bukan tidak mungkin SBY maupun JK akan mendorong Khofifah yang memiliki keunggulan elektoral sebagai tokoh yang memiliki representasi Jawa Timur dan NU, untuk menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.

Ke-enam, bagi Demokrat, keputusan ini bukan berarti tidak mengandung ongkos politik yang harus dibayar. Oleh karena persepsi publik bahwa KIM adalah koalisi yang mengusung narasi keberlanjutan atas kepemimpinan Presiden Jokowi, sementara Demokrat cenderung mengusung narasi perubahan, maka Demokrat pun harus menyesuaikan narasi politik yang dibangun selama ini. Demokrat harus lebih fleksibel dalam mengemas narasi perubahan ini bahkan mungkin harus merubah kemasan menjadi narasi keberlanjutan, sebagai konsekuensinya.

Ke-tujuh, ongkos politik lain yang harus dialami Demokrat adalah peluang bagi AHY sebagai putra mahkota Partai Demokrat, untuk tetap running sebagai salah satu Cawapres dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang sangat mungkin juga perlu dikoreksi, sebab di tubuh KIM saat ini telah ada nama-nama kuat lain yang sebelumnya telah santer disebut akan mendapingi Prabowo Subianto, sperti Erick Thohir, Khofifah, Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil. Sehingga peluang AHY sebagai bakal cawapres meskipun tetap ada, namun cenderung mengecil.

Baca juga: Ketua DPD RI Dukung Gagasan Luhut Dorong Prabowo Perkuat Riset

Ke-delapan, Bagi Prabowo Subianto dan KIM, dengan tambahan anggota baru koalisi ini akan meningkatkan peluang elektoralnya untuk memenangkan Pilpres mendatang, jika potensi ini terkonsolidasi dan terkelola dengan baik oleh elit KIM dan efektif dilaksanakan hingga ke pendukung akar rumput. Dengan jumlah partai pendukung yang lebih banyak akan berimbas pula pada potensi pendulangan suara yang lebih besar. Namun di sisi lain banyaknya anggota parpol yang bergabung dengan koalisi ini justru akan mendatangkan masalah yang tidak kalah rumit yakni semakin banyak kepentingan politik yang harus diakomodasi oleh Prabowo, yang membuat proses konsolidasi, koordinasi dan proses penyesuaian diantara parpol anggota dan diantara tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya juga menjadi tidak sederhana. Sehingga kalau Prabowo Subianto tidak mengelolanya dengan baik bukan tidak mungkin potensi ini menjadi bumerang bagi upaya pemenangan Prabowo Subianto.(4U)

 

 

Editor : hadi

Peristiwa
Berita Terpopuler
Berita Terbaru